Notification

×

Iklan

Iklan

Tagar Terpopuler

Anak Terbukti Pelaku Bullying: Orang Tua Hadapi Kenyataan, Menyangkal atau Bertindak?

2025-11-21 | 05:39 WIB | 0 Dibaca Last Updated 2025-11-20T22:39:37Z
Ruang Iklan

Anak Terbukti Pelaku Bullying: Orang Tua Hadapi Kenyataan, Menyangkal atau Bertindak?

Tingginya kasus perundungan atau bullying pada anak di Indonesia menjadi sorotan serius. Data Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia (JPPI) pada tahun 2024 menunjukkan 537 kasus bullying terjadi di satuan pendidikan. Fenomena ini tidak hanya menyisakan luka bagi korban, tetapi juga menempatkan orang tua pelaku di persimpangan jalan: antara menyangkal atau mencari solusi.

Psikolog klinis, Dra. A. Kasandra Putranto, menjelaskan bahwa anak bisa menjadi pelaku bullying karena berbagai faktor. Anak mungkin terlihat tenang dan baik di rumah karena takut dan tidak bebas berekspresi. Namun, di luar rumah, mereka mungkin kesulitan mengelola emosi saat menghadapi konflik, tekanan akademik, atau persaingan, sehingga mengekspresikannya dalam bentuk intimidasi. Perilaku agresif, kurangnya empati terhadap perasaan orang lain, selalu menyalahkan orang lain atas masalahnya, serta sering terlibat masalah di sekolah menjadi beberapa tanda anak berpotensi menjadi pelaku bullying. Lingkungan keluarga yang menoleransi kekerasan, tekanan teman sebaya, atau bahkan riwayat kekerasan di rumah juga dapat memicu perilaku ini.

Ketika seorang anak terbukti melakukan bullying, reaksi orang tua sering kali beragam. Ada kecenderungan parental bias, di mana orang tua menilai anak melalui kacamata kasih sayang dan harapan, sehingga menganggap perilaku negatif sebagai fase biasa. Penyangkalan ini dapat memperburuk situasi, menghambat intervensi dini, dan berpotensi merugikan baik korban maupun pelaku dalam jangka panjang.

Penting bagi orang tua untuk segera mencari solusi. Langkah pertama adalah mendengarkan laporan dengan tenang tanpa membantah. Kemudian, ajak anak berbicara di suasana yang aman, tanpa nada menuduh atau memojokkan, untuk membuka ruang kejujuran. Orang tua perlu memahami alasan di balik perilaku bullying tersebut, seperti kurangnya perhatian di rumah atau masalah pribadi yang tidak terselesaikan.

Setelah mengidentifikasi akar masalah, orang tua dapat mengambil tindakan konkret. Beri tahu anak bahwa bullying adalah perilaku buruk yang berdampak negatif, tidak hanya pada temannya tetapi juga dirinya sendiri. Ajarkan anak untuk menghargai perbedaan dan menanamkan nilai-nilai empati. Menetapkan konsekuensi yang jelas dan masuk akal atas perilaku bullying juga krusial, seperti meminta maaf kepada korban atau memperbaiki kesalahan. Penting pula untuk menghindari pemberian label negatif pada anak, karena hal itu dapat melekat dalam benaknya.

Kerja sama antara orang tua dan sekolah sangat diperlukan. Sekolah diharapkan menciptakan kultur yang aman, nyaman, dan sehat, serta memberikan sanksi tegas bagi pelaku bullying. Guru dan staf sekolah perlu dilatih untuk menangani bullying dan melakukan pendekatan konseling. Jika masalah bullying sulit diatasi, konsultasi dengan profesional seperti psikolog atau psikiater anak sangat disarankan untuk membantu anak mengelola emosi dan mengidentifikasi penyebab bullying secara lebih mendalam.

Secara hukum, bullying terhadap anak di Indonesia memiliki konsekuensi serius. Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak melarang setiap orang menempatkan, membiarkan, melakukan, menyuruh, atau turut serta melakukan kekerasan terhadap anak. Ancaman pidana bagi pelaku bullying dapat berupa penjara paling lama 3 tahun 6 bulan dan/atau denda paling banyak Rp72 juta. Jika kekerasan menyebabkan luka berat, pidana penjara bisa mencapai 5 tahun atau denda Rp100 juta. Apabila kekerasan mengakibatkan kematian, pelaku dapat dipidana penjara paling lama 15 tahun atau denda hingga Rp3 miliar. Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) juga dapat menjerat pelaku cyberbullying yang menyerang kehormatan atau nama baik seseorang melalui media sosial.

Menghadapi kenyataan bahwa anak adalah pelaku bullying memang tidak mudah. Namun, dengan respons yang tepat, mencari solusi daripada menyangkal, serta berkolaborasi dengan pihak sekolah dan profesional, orang tua dapat membimbing anak menuju perubahan perilaku yang positif dan mencegah dampak jangka panjang yang lebih merusak.