Notification

×

Iklan

Iklan

Tagar Terpopuler

Krisis Komputer Sekolah Ancam Pelaksanaan TKA Nasional

2025-11-21 | 05:33 WIB | 0 Dibaca Last Updated 2025-11-20T22:33:14Z
Ruang Iklan

Krisis Komputer Sekolah Ancam Pelaksanaan TKA Nasional

Kesenjangan digital di sektor pendidikan Indonesia kembali menjadi sorotan menjelang pelaksanaan Tes Kompetensi Akademik (TKA), sebuah asesmen individu yang digulirkan Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah (Kemendikdasmen). Banyak sekolah, terutama di daerah terpencil, masih menghadapi keterbatasan fasilitas komputer yang tidak memadai untuk mendukung ujian berbasis teknologi ini.

Data menunjukkan bahwa kesenjangan fasilitas komputer masih sangat mencolok. Per tahun 2024, hanya 11,39 persen sekolah dasar (SD) yang memiliki fasilitas komputer untuk pengajaran. Angka ini meningkat menjadi 35,30 persen di jenjang SMP dan mencapai 76,98 persen di SMA, serta 77,13 persen di SMK. Kondisi ini mencerminkan tantangan serius dalam mewujudkan pendidikan digital yang merata.

Tes Kompetensi Akademik (TKA) sendiri merupakan kebijakan baru Kemendikdasmen yang akan diterapkan pada siswa kelas 12 SMA/SMK mulai tahun 2025, menyusul siswa kelas 6 SD dan kelas 9 SMP pada tahun 2026. TKA dirancang sebagai pengganti Ujian Nasional (UN) untuk mengukur capaian individu siswa, menjawab keraguan akan kualitas lulusan dan fenomena "inflasi nilai rapor" yang dikhawatirkan tidak mencerminkan kemampuan sebenarnya.

Menanggapi kekhawatiran akan minimnya perangkat, Kemendikdasmen telah menyiapkan skema fleksibel. Indyah Hayu Ariyanti dari Tim Penilaian dan Pembelajaran Kemendikdasmen menjelaskan bahwa TKA dapat dilaksanakan menggunakan komputer pribadi (PC), laptop, maupun Chromebook, serupa dengan pelaksanaan Asesmen Nasional. Namun, perangkat seluler atau ponsel tidak dapat digunakan demi memaksimalkan pengerjaan soal di layar yang lebih luas.

Untuk sekolah dengan jumlah perangkat terbatas, Kemendikdasmen merekomendasikan penjadwalan TKA dalam beberapa sesi, memungkinkan lebih banyak siswa mengikuti ujian secara bergiliran. Selain itu, praktik berbagi sumber daya (resource sharing) sangat dianjurkan. Sekolah dapat meminjam perangkat dari satuan pendidikan lain, orang tua, atau bahkan siswa sendiri. Laptop pribadi siswa dapat digunakan asalkan telah terinstal aplikasi Exam Browser yang kompatibel dengan sistem operasi Windows atau MacOS.

Model kolaborasi antarsekolah juga menjadi salah satu solusi. Sekolah yang tidak memiliki fasilitas komputer sama sekali didorong untuk berkoordinasi dengan dinas pendidikan setempat atau menggunakan fasilitas dari sekolah lain yang lebih memadai. Namun, skema "menumpang" ini diakui bisa menimbulkan tantangan logistik jika sekolah tujuan juga menyelenggarakan TKA secara bersamaan.

Kesenjangan digital ini bukan masalah baru dalam dunia pendidikan Indonesia. Sebelumnya, pelaksanaan Ujian Nasional Berbasis Komputer (UNBK) juga menghadapi kendala serupa, seperti minimnya jumlah komputer, keterbatasan akses internet, hingga masalah pasokan listrik, terutama di daerah pelosok. Pada saat itu, banyak sekolah menyiasati dengan meminjam laptop siswa atau menumpang ujian di sekolah lain.

Para ahli dan pengamat pendidikan terus menyuarakan pentingnya upaya kolaboratif. Pemerintah pusat dan daerah didesak untuk mengalokasikan anggaran khusus guna pengadaan komputer dan peningkatan infrastruktur teknologi informasi dan komunikasi (TIK) yang merata. Tanpa dukungan infrastruktur yang memadai, upaya untuk meningkatkan literasi digital dan kualitas pendidikan secara keseluruhan akan terhambat, mengikis potensi generasi muda Indonesia untuk bersaing di era digital.