Notification

×

Iklan

Iklan

Tagar Terpopuler

Mengapa Air Hujan Surabaya Tercemar Mikroplastik? Pakar Bongkar Sumber Polusi Udara

2025-11-19 | 02:43 WIB | 0 Dibaca Last Updated 2025-11-18T19:43:37Z
Ruang Iklan

Mengapa Air Hujan Surabaya Tercemar Mikroplastik? Pakar Bongkar Sumber Polusi Udara

Studi kolaborasi terbaru oleh sejumlah lembaga dan komunitas lingkungan mengungkap temuan mengkhawatirkan: air hujan di Surabaya mengandung partikel mikroplastik. Penelitian yang melibatkan Jaringan Gen Z Jatim Tolak Plastik Sekali Pakai (Jejak), Komunitas Growgreen, River Warrior, dan Lembaga Kajian Ekologi dan Konservasi Lahan Basah (Ecoton) ini menjadi peringatan serius mengenai ancaman kesehatan dan lingkungan di kota tersebut.

Vella Rohmayani, Dosen Prodi Sarjana Terapan Teknologi Laboratorium Medis Fakultas Ilmu Kesehatan UM Surabaya, menjelaskan bahwa mikroplastik adalah partikel plastik berukuran 1-5 milimeter dengan beragam bentuk, mulai dari serat, fragmen, hingga butiran kecil. Partikel ini terbagi menjadi mikroplastik primer, yang berasal dari produk kosmetik dan kesehatan, serta mikroplastik sekunder, yang muncul dari pelapukan plastik melalui reaksi fisik, kimia, atau biologis.

Penelitian yang dilaksanakan pada 11-14 November 2025 di tujuh lokasi di Surabaya, termasuk Dharmawangsa, Ketintang, Gunung Anyar, Wonokromo, HR Muhammad, Tanjung Perak, dan Pakis Gelora, menunjukkan bahwa semua titik tersebut tercemar mikroplastik. Lokasi dengan tingkat pencemaran tertinggi adalah Pakis Gelora, mencapai 356 partikel mikroplastik per liter, diikuti Tanjung Perak dengan 309 partikel mikroplastik per liter. Tingginya kadar mikroplastik di lokasi-lokasi ini dipengaruhi oleh aktivitas pembakaran sampah serta kedekatan dengan pasar dan jalan raya. Surabaya sendiri menempati peringkat keenam dari 18 kota di Indonesia untuk kontaminasi mikroplastik di udara, dengan tingkat 12 partikel per 90 cm² dalam dua jam.

Para pakar mengidentifikasi beberapa penyebab utama pencemaran mikroplastik di air hujan Surabaya. Pembakaran sampah plastik menjadi pemicu dominan partikel-partikel ini beterbangan di udara. Selain itu, pembuangan sampah yang tidak terkelola dengan baik, gesekan ban kendaraan dengan aspal jalan, aktivitas mencuci dan menjemur pakaian, polusi industri, serta asap kendaraan bermotor turut menyumbang partikel mikroplastik ke atmosfer. Partikel mikroplastik yang ringan dapat terangkat ke atmosfer dan kemudian turun kembali bersama hujan, menjadikannya media penyebaran yang efektif.

Ancaman mikroplastik di air hujan ini bukan hanya masalah lingkungan, tetapi juga ancaman serius bagi kesehatan manusia dalam jangka panjang. Vella Rohmayani mengingatkan bahwa air hujan yang terkontaminasi mikroplastik meningkatkan risiko paparan pada makanan dan minuman yang dikonsumsi. Berbagai penelitian menunjukkan bahwa mikroplastik dapat menimbulkan dampak serius bagi tubuh, termasuk peradangan jaringan, gangguan hormon, masalah reproduksi, dan komplikasi kehamilan. Kepala Laboratorium Ecoton, Rafika Aprilianti, menambahkan bahwa partikel polietilen (PE) dan polietilen tereftalat (PET) dapat menempel pada membran sel dan mengganggu fungsinya, menyebabkan penuaan sel, stres, peradangan, apoptosis, gangguan fungsi mitokondria, dan perubahan metabolisme sel. Kombinasi efek ini berpotensi meningkatkan risiko penyakit kardiovaskular, gangguan metabolik, penurunan kesuburan, serta kanker. Mikroplastik juga berfungsi sebagai kendaraan pengangkut bahan kimia toksik seperti bisfenol, ftalat, dioksin, dan logam berat (timbal, kadmium, merkuri) yang dapat terlepas dalam tubuh manusia dan menimbulkan efek toksik tambahan.

Menyikapi kondisi ini, berbagai pihak mendesak langkah-langkah pencegahan dan penanggulangan. Vella Rohmayani mengimbau masyarakat untuk mengurangi penggunaan plastik sekali pakai, memakai wadah dan botol minum yang dapat digunakan berulang, membawa tas belanja sendiri, dan menghindari pembakaran sampah plastik. Ia juga menyarankan penggunaan masker filtrasi, payung, atau jas hujan untuk mengurangi kontak langsung dengan air hujan, serta segera mandi dan berganti pakaian setelah beraktivitas di luar ruangan saat hujan.

Pemerintah Kota Surabaya melalui Dinas Lingkungan Hidup (DLH) akan berkolaborasi dengan Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) untuk menguji kadar mikroplastik dalam air hujan guna menentukan langkah kebijakan selanjutnya. Kepala DLH Surabaya, Dedik Irianto, menjelaskan bahwa Pemkot akan memperketat pengawasan penggunaan plastik dan pengelolaan sampah, termasuk penegakan Peraturan Wali Kota (Perwali) No. 16 Tahun 2022 tentang pelarangan tas atau kantong plastik sekali pakai. Selain itu, pengelolaan sampah di TPA Benowo akan dioptimalkan menggunakan sistem gasifikasi power plant untuk menangkap kandungan mikroplastik agar tidak mencemari udara. DLH juga rutin melakukan pengecekan kualitas udara dan air sungai di Surabaya.

Peneliti Growgreen, Shofiyah, serta Koordinator Penelitian Mikroplastik Kota Surabaya, Alaika Rahmatullah, menekankan bahwa pencemaran mikroplastik harus menjadi peringatan bagi warga untuk tidak membakar sampah terbuka, membuang sampah ke sungai, dan mengurangi konsumsi plastik sekali pakai yang berlebihan. Ecoton juga mendorong pemerintah daerah untuk membuat Peraturan Daerah (Perda) tentang Pengendalian Plastik Sekali Pakai serta mengintegrasikan isu mikroplastik dalam kebijakan kesehatan masyarakat. Langkah komprehensif seperti pembatasan plastik sekali pakai, pengaturan emisi kendaraan, pengelolaan sampah yang ramah lingkungan, serta perluasan ruang terbuka hijau juga dianggap krusial.