
Gelombang pekerja migran Indonesia, terutama dari kalangan lulusan SMA dan SMK, terus menjadi perhatian serius dalam peta ketenagakerjaan nasional. Data terbaru menunjukkan bahwa lulusan SMA/SMK masih mendominasi komposisi pekerja migran Indonesia (PMI) yang ditempatkan di luar negeri, mencerminkan adanya tantangan dalam penyerapan tenaga kerja di pasar domestik bagi kelompok usia produktif ini.
Badan Pelindungan Pekerja Migran Indonesia (BP2MI) melaporkan bahwa selama periode Januari hingga Juni 2025, terjadi 22.324 penempatan pekerja migran Indonesia. Sementara itu, pada tahun 2024, total penempatan PMI mencapai 297.434 orang. Provinsi-provinsi seperti Jawa Timur, Jawa Tengah, dan Jawa Barat secara konsisten menjadi daerah asal terbanyak bagi PMI. Pada Juni 2025, Jawa Timur mencatat penempatan 5.613 orang, diikuti Jawa Tengah dengan 4.961 orang, dan Jawa Barat dengan 4.820 orang. Provinsi lain yang juga menyumbang angka tinggi adalah Lampung dan Nusa Tenggara Barat.
Situasi ini menyoroti perlunya penguatan pasar kerja domestik agar lulusan SMA dan SMK dapat terserap secara optimal di dalam negeri. Meskipun data spesifik mengenai 10 provinsi dengan persentase pendaftar pekerja migran (khususnya dari lulusan SMA/SMK) yang terendah tidak dipublikasikan secara eksplisit dalam laporan-laporan terkini, dapat diasumsikan bahwa provinsi-provinsi yang tidak masuk dalam daftar penyumbang PMI terbesar memiliki tingkat penyerapan tenaga kerja domestik yang lebih baik atau kebutuhan untuk bekerja di luar negeri yang lebih rendah bagi lulusan SMA/SMK mereka. Ini menunjukkan bahwa di banyak daerah lain di Indonesia, terdapat upaya atau kondisi pasar kerja yang memungkinkan para lulusan SMA/SMK untuk tidak terlalu bergantung pada peluang kerja di luar negeri.
Meskipun demikian, peluang untuk meningkatkan penyerapan tenaga kerja lokal masih terbuka lebar. Program-program seperti "SMK Go Global" dari Kementerian Perlindungan Pekerja Migran Indonesia (KP2MI) yang menargetkan pemberangkatan ratusan ribu lulusan SMK untuk bekerja di luar negeri, meski bertujuan untuk memfasilitasi penempatan kerja, juga mengindikasikan adanya celah yang perlu diisi di pasar domestik.
"Masih Ada Waktu!" bagi setiap provinsi untuk terus mengembangkan ekosistem ketenagakerjaan yang mendukung lulusan SMA dan SMK. Ini bisa dilakukan melalui peningkatan relevansi kurikulum pendidikan vokasi dengan kebutuhan industri lokal, mendorong kewirausahaan di kalangan anak muda, serta memperkuat kolaborasi antara pemerintah daerah, institusi pendidikan, dan sektor swasta. Dengan demikian, ketergantungan pada pekerjaan migran dapat berkurang, dan talenta-talenta muda Indonesia dapat berkontribusi maksimal untuk pembangunan di daerahnya sendiri.