
Anak-anak Indonesia semakin rentan terpapar konten radikalisme dan terorisme melalui platform digital, memicu respons serius dari pemerintah, khususnya Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah (Kemendikdasmen) dan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) untuk memperkuat benteng perlindungan di lingkungan sekolah. Detasemen Khusus (Densus) 88 Antiteror Polri melaporkan bahwa sepanjang tahun 2025, lebih dari 110 anak di 23 provinsi telah terverifikasi terpapar radikalisme melalui internet, termasuk media sosial dan permainan daring, dengan kasus tertinggi ditemukan di Jakarta dan Jawa Barat. Paparan ideologi ekstrem ini seringkali memanfaatkan kanal digital yang memuat kekerasan atau narasi ekstrem, menyasar anak-anak yang belum memiliki literasi digital dan wawasan kebangsaan yang kuat.
Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah, Abdul Mu'ti, menyoroti bahaya serius penyebaran paham radikalisme kepada anak-anak melalui game online dan media sosial. Ia menegaskan bahwa kewaspadaan harus ditingkatkan oleh seluruh pihak, karena fenomena ini tidak dapat ditangani hanya oleh Kemendikdasmen saja. Penanganan radikalisme juga melibatkan lembaga lain seperti Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT), kepolisian, dan kementerian terkait. Mu'ti menekankan pentingnya menciptakan lingkungan sekolah yang aman dan bebas dari segala bentuk kekerasan, memastikan anak-anak tidak menjadi pelaku maupun korban.
Senada dengan pemerintah, DPR juga menyuarakan kekhawatiran mendalam. Ketua Komisi X DPR, Hetifah Sjaifudian, menggarisbawahi perlunya pengawasan yang lebih komprehensif terhadap aktivitas anak, mengingat radikalisme dapat masuk dari berbagai celah, termasuk game online dan pergaulan. Komisi X DPR menilai insiden di SMAN 72 Jakarta, di mana seorang siswa membuat bahan peledak secara mandiri, menunjukkan bahwa masalah ini bukan semata-mata faktor kekerasan dalam game online, melainkan memerlukan pendekatan pemerintah yang lebih menyeluruh dalam pencegahan. Anggota Komisi I DPR RI, Mayjen TNI (Purn) TB Hasanuddin, mendukung Rancangan Undang-Undang (RUU) Perlindungan dan Keamanan Siber untuk memastikan aktivitas digital anak tetap aman dan bertanggung jawab.
BNPT secara aktif terus melakukan program pencegahan di berbagai satuan pendidikan. Direktur Pencegahan BNPT, Irfan Idris, menyatakan bahwa sekolah harus menjadi benteng utama dalam mencegah radikalisme di era digital. Ia mengajak pelajar untuk menjadi generasi yang kritis dan bijak dalam mengakses media dengan menerapkan prinsip "saring sebelum sharing", serta menjadi duta perdamaian dan produsen konten positif. BNPT juga gencar melaksanakan program "Sekolah Damai" dan pelatihan bagi guru untuk menumbuhkan ketahanan terhadap intoleransi, kekerasan, dan perundungan. Kerjasama lintas kementerian dan lembaga seperti Kementerian Sosial, Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KemenPPPA), dan Kemendikbudristek diperkuat dalam koordinasi penanganan anak yang terpapar, termasuk penyusunan Standar Operasional Prosedur (SOP) perlindungan anak terpadu dan layanan psikososial. Densus 88 Antiteror Polri juga meningkatkan patroli siber, membongkar jaringan rekrutmen digital, serta memperluas kolaborasi dengan sekolah, guru Bimbingan Konseling (BK), dan orang tua.
Menurut riset I-Khub Outlook BNPT 2023, perempuan, anak-anak, dan remaja usia 11-26 tahun yang aktif di internet merupakan tiga kelompok yang rentan terpapar radikalisme. Praktisi hukum Alexius Tantrajaya menambahkan, ketimpangan sosial, kondisi psikologis yang belum stabil, dan kurangnya dukungan lingkungan mempermudah kelompok teroris memanfaatkan celah ini. Untuk mengatasi kerentanan ini, KPAI juga menyerukan pentingnya komunikasi yang sehat antara orang tua dan anak, serta pemeriksaan gawai secara berkala. Upaya pencegahan radikalisme di lingkungan sekolah juga dilakukan melalui penguatan pendidikan Pancasila dan kewarganegaraan, baik secara teori maupun praktik, serta pola belajar-mengajar yang lebih dialogis. Ini menjadi langkah strategis pemerintah dan DPR dalam memastikan generasi muda tumbuh dalam lingkungan yang aman dan berwawasan kebangsaan.