
Selama beberapa dekade, gagasan tentang kecerdasan "otak kanan" yang kreatif dan "otak kiri" yang logis telah meresap dalam budaya populer, memengaruhi cara kita memahami diri sendiri dan orang lain. Namun, ilmu pengetahuan modern secara konsisten menampik teori dominasi otak ini, mengungkap bahwa kemampuan kognitif manusia jauh lebih kompleks dan terintegrasi.
Mitos ini berakar pada penelitian yang dilakukan oleh neuropsikolog peraih Nobel, Roger W. Sperry, pada tahun 1960-an. Sperry mempelajari pasien "split-brain" atau "otak terbelah" yang korpus kalosumnya—serabut saraf tebal yang menghubungkan dua belahan otak—telah diputus untuk mengurangi kejang epilepsi. Dari penelitian ini, ia mengamati bahwa belahan otak kiri berperan besar dalam bahasa dan logika, sementara belahan otak kanan cenderung menangani aspek spasial, musik, dan ekspresi wajah. Temuan ini, meskipun benar dalam konteks spesialisasi fungsi (lateralisasi), kemudian disederhanakan secara berlebihan oleh media dan industri pengembangan diri, menciptakan narasi yang salah bahwa manusia secara dominan menggunakan salah satu sisi otaknya.
Faktanya, penelitian ilmiah terbaru telah membongkar mitos ini. Sebuah studi pada tahun 2013 oleh para ilmuwan dari University of Utah menganalisis lebih dari seribu otak manusia menggunakan pemindaian MRI. Mereka secara konklusif menemukan tidak adanya bukti bahwa seseorang memiliki dominasi otak kanan atau otak kiri yang permanen. Otak manusia jauh lebih kompleks; kedua belahan otak bekerja secara simultan dan berkolaborasi dalam hampir setiap aktivitas yang kita lakukan. Tidak ada satu pun aktivitas yang hanya melibatkan satu sisi otak saja. Misalnya, menulis puisi membutuhkan emosi (sering dikaitkan dengan otak kanan) dan kemampuan bahasa (sering dikaitkan dengan otak kiri). Bermain musik memerlukan pemahaman ritme (otak kanan) dan notasi (otak kiri).
Meskipun konsep dominasi otak kanan atau kiri adalah mitos, perlu dipahami bahwa memang ada spesialisasi fungsional atau lateralisasi pada belahan otak. Belahan otak kiri umumnya lebih aktif dalam tugas-tugas yang melibatkan logika, bahasa (seperti menulis, membaca, dan berbicara), matematika, serta pemikiran analitis dan berbasis fakta. Otak kiri juga mengendalikan sisi kanan tubuh. Di sisi lain, belahan otak kanan dinilai lebih baik dalam hal-hal yang berkaitan dengan kreativitas, intuisi, pemrosesan visual dan spasial, seni, musik, isyarat nonverbal, dan imajinasi. Otak kanan mengendalikan sisi kiri tubuh. Lateralisasi ini memungkinkan otak untuk bekerja lebih efisien dengan mengkhususkan bagian-bagiannya untuk tugas tertentu, namun kedua sisi tetap berkomunikasi dan bekerja sama untuk mendukung aktivitas sehari-hari.
Mengapa mitos dominasi otak ini begitu bertahan? Para ahli berpendapat bahwa ini berkaitan dengan "efek Barnum", di mana orang cenderung menerima pernyataan deskriptif umum sebagai deskripsi individual yang bermakna dan benar tentang kepribadian mereka, terutama jika pernyataan itu positif. Mitos otak kanan-kiri memberikan cara yang "ilmiah" namun sederhana untuk membicarakan subjek favorit setiap orang: diri mereka sendiri.
Penting untuk dipahami bahwa kemampuan otak tidak terbatas pada dominasi salah satu sisi, melainkan dapat ditingkatkan melalui proses belajar, latihan, dan pengalaman. Edukasi mengenai fakta sebenarnya akan membantu masyarakat memahami bahwa setiap individu memiliki kapasitas untuk belajar berbagai keterampilan, baik yang bersifat kreatif maupun analitis, dan mendorong pengembangan diri tanpa terjebak dalam label mitos semata. Dengan memahami bahwa kedua belahan otak bekerja secara sinergis, kita dapat lebih optimal dalam mengembangkan seluruh potensi diri.