
Panitia Seleksi Nasional Penerimaan Mahasiswa Baru (SNPMB) kembali memberikan peringatan keras kepada calon mahasiswa yang berniat menggunakan jasa joki pada Ujian Tulis Berbasis Komputer Seleksi Nasional Berdasarkan Tes (UTBK SNBT) 2026. Ketua Umum Tim Penanggung Jawab SNPMB, Prof. Dr. Ir. Eduart Wolok, menegaskan bahwa praktik perjokian pasti akan terdeteksi dan tidak menjamin keberhasilan di bangku perkuliahan, bahkan berisiko dikeluarkan atau drop out (DO) dari kampus.
Peringatan ini bukan tanpa dasar, mengingat temuan kasus perjokian yang masif pada pelaksanaan SNBT 2025. Panitia SNPMB telah mengidentifikasi ratusan kecurangan yang tersebar di berbagai pusat UTBK di seluruh Indonesia. Sejumlah Perguruan Tinggi Negeri (PTN) menjadi lokasi ditemukannya praktik curang tersebut, di antaranya Institut Seni Budaya Indonesia (ISBI) Bandung, Universitas Diponegoro (Undip) Semarang, Universitas Jember (Unej), Universitas Padjadjaran (Unpad), Universitas Sumatera Utara (USU), dan Universitas Hasanuddin (Unhas).
Modus yang digunakan para joki semakin canggih dan terorganisir. Di antara modus-modus yang terungkap adalah memodifikasi foto pada kartu peserta menggunakan kecerdasan buatan (AI) untuk menggantikan posisi peserta asli, memasang kamera tersembunyi di ciput hijab atau kacamata, hingga melibatkan oknum "orang dalam" untuk meretas jaringan komputer UTBK. Bahkan, ada pula modus pengambilan soal UTBK dengan memfoto atau merekam komputer. Eduart Wolok juga menyebutkan adanya dua model joki, yaitu peserta yang dipasangkan alat sebagai penerima jawaban atau yang komputernya di-hack dan dioperasikan dari luar.
Panitia SNPMB dan Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) menyatakan tidak akan menoleransi praktik curang ini. Peserta yang terbukti menggunakan joki akan langsung didiskualifikasi dari SNBT 2025 dan dianggap gugur. Sementara itu, para penjoki yang teridentifikasi sebagai mahasiswa aktif telah resmi dikeluarkan dari kampus. Eduart Wolok mengungkapkan bahwa investigasi mendalam untuk mengetahui "otak" di balik praktik perjokian, terutama yang bersifat jejaring, terus dilakukan bekerja sama dengan aparat penegak hukum. Beberapa kasus, seperti di Universitas Hasanuddin, bahkan sudah mulai diproses secara hukum dan ada pelaku yang ditahan.
Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Mendikti Saintek), Brian Yuliarto, menegaskan bahwa praktik kecurangan di UTBK masuk dalam pelanggaran akademik yang mampu mencederai peserta yang sudah bekerja keras. Ia menekankan pentingnya kejujuran dan integritas dalam setiap proses seleksi pendidikan agar sistem seleksi tetap kredibel dan memberikan kesempatan yang adil bagi seluruh calon siswa.